BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang (prospek Guru Ke Depan)
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan (pre-servive education) maupun program dalam jabatan (inserve education). Seperti yang dinyatakan dalam google. com, Esihairani mengatakan:
Pendidikan guru Pra-jabatan secara terbuka menetapkan tujuan pendidikan guru yang jelas bagi publik, pendidikan yang lebih personal untuk menjadi guru profesional dan bertanggung jawab, dalam jumlah dan mutu pendidikan yang sesuaidengan kebutuhan perkembangan masyarakat Indonesia yang sedang membangun. (http://www/blogspot/com).
Potensi sumber daya guru itu perlu terus-menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Itulah sebabnya perlunya sebuah supervisi. Supervisi ialah suatu usaha dalam memberi pelayanan kepada guru-guru baik secara individual maupun berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. Supervisi pendidikan itu bertolak belakang dari keyakinan dasar bahwa guru adalah suatu profesi. Suatu profesi selalu bertumbuh dan berkembang. Perkembangan profesi itu ditentukan oleh faktor internal dan eksternal.
Perlunya supervisi pengembangan sumber daya guru karena sumber daya guru itu tumbuh dan berkembang. Dalam diri guru itu ada sesuatu kekuatan untuk berkembang suatu elan vital (tenaga hidup). Dorongan asasi terungkap dalam daya berpikir abstrak, imajinatif dan kreatif serta komitmen dan kepedulian. Kebanyakan dorongan ini sulit ditampakkan pada seseorang dalam memilih menjadi guru. Hal tersebut disebabkan, karena daya tarik dari jabatan guru tidak menjanjikan suatu harapan yang menarik. Maka dari itu, sebaiknya semua komponen masyarakat sudah selayaknya terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan bangsa. Dalam hal ini pemerintah, tokoh masyarakat, dan tentunya guru, yang secara professional mengemban tugas mulia ini. Saat ini telah banyak menyaksikan upaya mengarah kepada hal tersebut. Yang terbaru, pemerintah berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup para guru dengan program sertifikasi. Sebagai pendidik yang kesejahteraan hidupnya semakin terjamin, para guru diharap tidak melihat program ini sebagai "lahan empuk" semata, tapi menjadikannya sebagai tantangan untuk terus berusaha meningkatkan profesionalitas keguruannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terkait dengan prospek guru dke depan, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini.
1. Substansi yang harus diperhatikan dalam upaya peningkatan diri seorang guru dalam dunia pendidikan dan pengajaran.
2. Problematika keprofesionalan guru antara prospek dan realita.
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, terkait dengan prospek guru ke depan, maka tujuan yang timbul adalah berikut ini.
1. Untuk mengetahhui substansi yang harus diperhatikan dalam upaya peningkatan diri seorang guru dalam dunia pendidikan dan pengajaran.
2. Untuk mengetahui problematika keprofesionalan guru antara prospek dan realita.
BAB II
PEMBAHASAN
Substansi yang Harus Diperhatikan dalam Upaya Peningkatan Diri Seorang Guru dalam Dunia Pendidikan dan Pengajaran.
Sosok guru adalah figur dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Sebagai profesi, dialah yang mempunyai tugas membentuk para siswanya menjadi pribadi-pribadi yang mapan, handal, dan siap untuk meneruskan estafet kehidupan mendatang yang berguna bagi bangsa dan negara. Para tokoh masyarakat yang ada sekarang, di setiap kehidupan baik formal atau non-formal, tidak terlepas dari andil seorang guru yang "membentuk" peserta didik, sehingga menjadi seperti saat ini. Berbeda dengan profesi lainnya, mendidik dan mengajar adalah sebuah profesi yang sangat mulia dan diakui oleh hampir semua aspek kehidupan, dengan segala bentuknya; agama, pemerintah, serta masyarakat secara umum. Semua agama, tanpa terkecuali "memberikan" predikat mulia kepada tugas seorang guru. Demikian halnya sebuah pemerintahan. Selayaknyalah menyadari bahwa beban yang diemban para guru adalah suci nan-berat; mempersiapkan penerus bangsa. Karena pada hakekatnya, keberhasilan pemerintahan suatu Negara adalah keberhasilan pemerintahan sebelumnya dalam mempersiapkan generasi muda melalui "tangan kreatif" guru. Demikian juga sebaliknya. Sudah banyak program pemerintah yang mengarah pada hal tersebut. Berupaya semaksimal mungkin "menghargai" profesi guru, termasuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup. Program mutakhir yang mengarah pada hal tersebut adalah sertifikasi guru. Sebuah program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
Para guru secara umum, harus menyamakan misi dan persepsi dalam rangka mensukseskan tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 yaitu: mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena, sebagai tunas muda, para siswa-siswi kita saat inilah diharapkan kelak menjadi "pohon rindang" yang tidak menutup kemungkinan kita juga akan ikut berteduh di bawahnya. Adalah sebuah kebanggaan bagi guru -misalnya- untuk mengakui, bahwa dahulu pernah mengajar seorang siswa bernama Susilo Bambang Yudoyono, yang sekarang menjadi presiden RI. Beda halnya dengan tujuan pemerintah yang berupaya mensejahterakan guru melalui program sertifikasi, sebagai guru selayaknya melihat program ini menjadi tantangan untuk terus meningkatkan mutu serta kualitas profesi yang diemban. Sangat naif, khusunya bagi guru yang telah tersertifikasi, jika masih belum menyadari pentingnya meningkatkan kepribadian guru dalam segala aspek kehidupan. Intinya, menjadi seorang guru, juga harus siap menanggung konsekuensi sebagai guru. Khusus di dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Dalam hal ini, ada dua perkara substantif yang harus selalu diperhatikan dalam upaya peningkatan diri seorang guru, yaitu sebagi berikut ini.
a) Keharusan meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran, dengan terus mencari dan menerapkan program dan metode inovatif yang lebih mengena dan bermutu.
b) Hal yang juga sangat krusial, adalah upaya menjaga dan meningkatkan moralitas guru; di hadapan para siswa serta masyarakat secara umum. Masalah terakhir ini, sekarang nampaknya, kurang mendapat perhatian dari kalangan guru. Hal ini tentu berimplikasi pada "merosot"nya pendangan masyarakat luas terhadap sosok guru. Dua aspek tersebut (peningkatan moralitas dan pengajaran) selayaknya menjadi komitmen serta prospek guru ke depan; sama-sama disadari sebagai "kode-etik" meningkatkan citra guru.
Baik pemerintah atau pun guru, keduanya sama-sama bertanggung jawab mengentas kebodohan bangsa. Secara tekhnis, dengan program sertifikasi guru, pemerintah berusaha terus menjalankan tugasnya mempersembahkan tenaga-tenaga guru selektif-berkualitas untuk bangsa. Sementara bagi kalangan guru, dengan program yang sama, semakin termotifasi untuk menjadi guru yang profesional dalam rangka memberikan pengabdian yang terbaik bagi bangsa. Karenanya, melalui program yang sedang digalakkan ini, kedua belah pihak (baik pemerintah serta para guru) diharapkan bersama-sama terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan nasional. Menjadi harapan, kedepan tidak akan terjadi lagi aksi sekelompok guru yang mendatangi kantor pemerintah; berdemo menuntut kesejahteraan hidup yang selalu dijanjikan. Atau, ada guru yang "diciduk" aparat; karena mengabaikan moralitas seorang guru. Alih-alih memberikan teladan, malah menjadikan anak didiknya sebagai "mangsa". Jika demikian halnya; yang tersisa hanya malu pada profesi, malu pada diri sendiri, serta malu kepada anak didik kita.
2.2 Problematika keprofesionalan guru antara prospek dan realita
Setiap guru memiliki keterbatasan, di samping kelebihannya. Alih-alih memahami sebagai suatu keniscayaan, masih banyak orang memandang keterbatasan itu bagaikan sebuah “momok” bagi dunia pendidikan, sehingga wajib disembuhkan. Akan tetapi, seyogianya Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan stakeholders pendidikan memahami keterbatasan guru sebagai bagian dari problematika keprofesionalan yang memerlukan pemecahan tidak secara seragam, baik terhadap individu maupun kolektif. Sehingga kebijakan yang hendak diturunkan haruslah berupa upaya-upaya memasilitasi guru dengan sempurna, sebab kualifikasi akademik, kompetensi, dan kebutuhan guru yang sangat beragam, jika diperberat lagi dengan minimalnya fasilitas yang dimiliki, akan senantiasa mewarnai seretnya ketercapaian tujuan pendidikan.
Pada umumnya, kesulitan demi kesulitan langsung menghadang keterlibatan guru dalam mengikuti irama pemerintah mengubah kurikulum. Sebab, keberangkatan guru guna mendapatkan bekal ilmu, keterampilan, dan sikap dalam memahami serta menerapkan kurikulum baru, jarang ketemu langsung dengan para ahli kurikulum. Seringnya hanya dicukupi melalui serangkaian kegiatan sosialisasi dari para tutor yang sehari-harinya bekerja sebagai birokrat kantoran. Kualifikasi mereka adalah lulusan training of trainer (ToT), maka akan jauh berbeda bila tutor itu berasal dari guru senior yang berpengalaman menghabiskan waktunya bertahun-tahun di ruang-ruang kelas.
Kerapkali diakui oleh para tutor itu, bukan dengan maksud basa-basi, bahwa kompetensi yang diperolehnya hanya berbeda soal waktu dengan kebanyakan guru. Sebab, mereka merasa punya kelebihan lebih dulu tahu, bukan lebih dulu ahli. Ditambah lagi, masuknya mereka ke dalam ToT terkadang bukan berdasarkan terpenuhinya kriteria keahlian, tetapi diuntungkan oleh jabatan struktural yang memberinya banyak peluang.
Oleh karena itu ke depan, jika pemerintah mengubah lagi kurikulum, kepada para gurulah peluang itu harus makin banyak diberikan. Bukan tidak mungkin pemahaman ihwal kurikulum baru akan menjadi lebih baik, dan ujung-ujungnya dapat mengatasi problematika keprofesionalan guru. Belajar dari fenomena pergantian kurikulum tersebut, diharapkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah banyak-banyak memberikan pertimbangan soal keadilan menetapkan kuota dalam melaksanakan bimbingan teknis kepada guru-guru, lebih-lebih bila bimbingan itu melibatkan para pakar pendidikan.
Sejalan dengan itu, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan stakeholders pendidikan dituntut kapabilitasnya agar tidak kikir dalam memberikan fasilitas yang memadai bagi terwujudnya guru profesional, selaras dengan tuntutan Standar Nasional Pendidikan. Paling tidak jangan sampai mengabaikan faktor perbaikan dan peningkatan kesejahteraan guru. Seperti yang sudah seringkali diungkapkan, kesejahteraan guru yang memadai memiliki relevansi sangat signifikan terhadap kualitas profesinya. Selama ini tidak henti-hentinya guru diminta segera mengubah realita keterpurukan. Untuk itu, berbagai topik seminar, lokakarya, atau semiloka sudah dan akan sering digelar. Tentu saja diikuti oleh banyak guru dengan berbagai alasan, yang salah satunya pasti berkaitan dengan sertifikasi, sebagai jawaban atas tuntutan mengumpulkan bahan dokumen portofolio. Kenyataannya, setelah sertifikat diperoleh, masih tidak mudah mengajak mereka berkreasi, berinovasi, dan berimprovisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, terkait dengan prospek guru ke depan, maka simpulan dapat diuraikan berikut ini.
1. Pemerintah yang berupaya mensejahterakan guru melalui program sertifikasi, sebagai guru selayaknya melihat program ini menjadi tantangan untuk terus meningkatkan mutu serta kualitas profesi yang diemban. Secara teori adanya sertifikasi guru itu sangat baik. Dasarnya yaitu UU maupun PP yang berisi Standar Nasional Pendidikan sudah kuat, akan tetapi yang menjadi permasalahan, akankah dengan sertifikasi guru-guru dijamin profesionalitas seorang guru. Bukan tidak mungkin porto folio mereka hanya karena lamanya jadi guru dan seringnya mereka meninggalkan tugas untuk penataran, workshop, seminar, diklat dan lain-lain. Terus juga adanya problem, dengan sertifikasi konsekuensinya penghasilan guru akan bertambah, akankah tidak menyebabkan guru akan malas karena merasa penghasilannya sudah cukup tinggi?. Kemudian, dengan adanya pengangkatan CPNS Guru dari tenaga honorer yang mengabdi di dinas pemerintah apakah kita bisa menjamin kualitas mereka, sementara mereka masuk di dinas pemerintah tanpa seleksi? Masihkah dapat berbicara kualitas pendidik dengan adanya sertifikasi, jikalau proses dari awal saja sudah hantam kromo tanpa mempedulikan kualitas.
2. Ketika pemerintah mengubah sebuah kurikulum, kepada para gurulah peluang itu harus makin banyak diberikan. Sejalan dengan itu Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan stakeholders pendidikan dituntut kapabilitasnya agar tidak kikir dalam memberikan fasilitas yang memadai bagi terwujudnya guru profesional, selaras dengan tuntutan Standar Nasional Pendidikan. Paling tidak jangan sampai mengabaikan faktor perbaikan dan peningkatan kesejahteraan guru. Seperti yang sudah seringkali diungkapkan, kesejahteraan guru yang memadai memiliki relevansi sangat signifikan terhadap kualitas profesinya.
3.2 Saran
Berdasarkan bahasan pada paparan tersebut, adapun saran terhadap prospek guru ke depan, yaitu dengan adanya sertifikasi guru diharapkan semakin termotifasi untuk menjadi guru yang profesional dalam rangka memberikan pengabdian yang terbaik bagi bangsa, bukan malah untuk disalah gunakan dengan perbuatan-perbuatan yang justru akan merusak citra baik guru. Maka dari itu, melalui program yang sedang digalakkan ini, kedua belah pihak (baik pemerintah serta para guru) diharapkan bersama-sama terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Selain itu diharapkan pada masing-masing pribadi guru menjadi sosok "malaikat" yang alpa-kekeliruan di depan para siswanya; terlebih dalam membidangi pembelajaran bidang studinya. Hal tersebut hanya bisa terwujud dengan persiapan pembelajaran yang betul-betul matang. Penguasaan materi, proses aplikatif pengajaran menjadi syarat mutlak sebelum memasuki ruang kelas. Malaikat adalah hamba yang tercipta untuk tidak berbuat salah. Jika menjadi "malaikat" saat mengajar, adalah tekat sebagi seorang guru di depan para siswa, maka berusaha untuk selalu benar saat mengajar; baik materi atau metode, akan menjadi kelayakan tidak tertawar. Sangat logis untuk tidak mengatakan harus- kita malu "kepergok" murid, salah atau keliru dalam pembelajaran. Jadi, kalau bisa untuk menghindari kemungkinan salah, kenapa tidak kita upayakan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Esihairani. “Prospek dan Tantangan Guru di Masa Depan” www.google// http://esihairani/blogspot/com/2009/01, (online) 22 April 2009.
Sahertian, Piet A. Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT. Rinika Cipta, 2000.
Syahansyah, Zulfan “Sertifikasi: Upaya Timbal-Balik Antara Guru dan Pemerintah” http://www/pewarta-kabarindonesia/blogspot/com/ Alamat ratron (surat elektronik), (online) 22 april 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar