Pemilu 2009 Dalam Menghadapi
Tantangan Demokrasi
0leh: Drs. H. Muhadjir Effendy, M.AP.
Demokrasi berasal dari kata “Demos” yaitu warga dan “Kratos” yaitu kekuasaan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan demokrasi adalah kekuasaan yang berada di tangan warga. Lain halnya dengan pengertian negara pada masa lalu yaitu penduduk yang hidup secara berkelompok di suatu tempat. Dalam bahasa arab Negara disebut sebagai “Kafilah” yaitu yang berhak mengambil kepentingan adalah citizen atau warga yaitu laki-laki, dewasa dan bukan budak sehingga, perempuan bukan dianggap warga. Meskipun laki-laki tapi ia adalah sebagai budak juga tidak dapat di katakana sebagai warga. Dalam hal ini, terdapat adanya sifat apotogis karena tidak menghargai adanya perempuan.
Peran Partai Politik Dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Oleh: Dr. Ir. H. Akbar Tanjung dan Himawan Bayu Patriadi Ph. D
Demokrasi dengan menempatkan rakyat pada kedaulatan seperti dalam pemilu selama dua kali pada tahun1999 dan 2004 rakyat memilih presiden dan wakil presiden secara langsung, maka dapat dikatakan sebagai negara demokrasi terbesar di dunia. Indonesia menganut sistem demokrasi dalam pilar sistem politik yaitu multi partai, diwujudkan dengan banyaknya partai politik. Hal ini sesuau dengan UUD 1945 pasal 28 yaitu kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dngan undang-undang.
Pemilu sekarang ini tidak hanya berkompetisi antara caleg satu dengan caleg yang lain melainkan juga, antara caleg satu partai. Maka dari itu, agar tidak terjadi suatu kondisi yang tidak diinginkan sebaiknya, pemilu sekarang ini menganut sistem distrik yaitu setiap partai politik sebaiknya mencalonkan satu caleg agar supaya tidak terjadi persaingan yang tidak sehat antara satu partai politik tersebut.
Partai politik dituntut untuk mampu melakukan rekaderisasi daripada partai itu. Partai akan semakin mandiri jika memiliki infrastruktur yang kuat, mampu membangun suatu system yang mampu merekrut orang-orang baik dan mampu membangun citra dalam masyarakat dalam rangka memperkuat kelembagaan.
Partai politik secara kelembagaan sekarang ini lemah karena partai-partai yang didirikan dengan motivasi jabatan dan kekuasaan politik yang hanya berpikir jangka pendek tidak memikirkan jangka panjangnya. Misalnya. Banyak selebriti-selebriti yang masuk menjadi calon lagislatif sehingga kemungkinan besar yang terjadi adalah money politic. Yang seharusnya politik itu menjadi salah satu sarana untuk mengabdi pada masyarakat dalam konteks mengabdi pada bangsa dan negara. Akan tetapi, politik sekarang lebih cenderung untuk mendapatkan kekuasaan dan kekayaan sehingga sering terjadi KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Politik dijadikan sebagai jabatan politik yang tidak lain untuk mencapai kekuasaan. Pengertian partai politik itu sendiri yaitu suatu organisasi nasional yang dibentuk oleh warga negara secara sukarela dan untuk memperjuangkan aspirasinya dan aspirasi rakyat untuk kepentingan bangsa dan negara. Beberapa tujuan partai polotik adalah sebagai berikut ini.
a. Mewujudkan tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang terangkum menjadi a) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, b) memajukan kesejahteraan umum, c) mencerdaskan kahidupan bangsa, dan d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kenerdekaa, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Menjaga keutuhan Republik Indonesia / RI.
c. Mengembangkan kahidupan demokrasi berdasarka pancasila dengan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
d. Mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Beberapa cara agar partai politik labih efektif yaitu sebagai berikut:
a. sistem yang berhubungan dengan partai polotik, yaitu partai yang benar-benar ketat / konsisten, dan
b. mendorong pada sistem distrik.
Fungsi partai politik yaitu memperjuangkan kepentingan rakyat bukan malah menjadikannya sebagai garis perjuangan elit-elit partai politik sehingga menjadi tidak konsisten. Akan tetapi, partai politik sekarang ini lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada mewujudkan kasejahteraan rakyatnya.
MENYONGSONG PEMILU 2009
PELUANG POLITISI MUDA DALAM KEPEMIMPINAN NASIONAL
Oleh: Wahyudi Winarjo dan Fadjroel Rahman
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Hughes, dkk. (2002) menyatakan bahwa hasil dari interaksi antara pemimpin, pengikut dan situasi. Dalam sebuah babnya ia menulis : ”leadership involvels an interaction between the leader, the follower, and the situation” (Huhhes, dkk:2002:22). Lebih lanjut ia menegaskan, bahwa para peneliti kepemimpinan te;ah membuat definisi yang berbeda-beda. Beberpa devinisi yang dimaksud, menyebutkan kepemimpinan adalah:
a. kemampuan dalam menciptakan dan mengarahkan kekuatan moral(munson, 1921).
b. Kemampuan untuk mempengaruhi pola hubungan antara dua orang atau lebih (Hollader dan Julian, 1969).
c. Kemempuan mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja dari suatu amggota kelompok (Fiedler, 1967).
Sementara itu, Karjadi (1983) yang mengutip berbagai sumber menyebutkan beberapa sebuah kepemimpinan sebagai berikut:
a. Kepemimpinan merupakan kepribadian seseorang yang mendatangkan keinginan kelompok orang-orang lain untuk mncontohnya. Dengan kata lain kepemimpinan adalah kemempuan memancarkan suatu pengaruh tertentu (kekuatan atau wibawa) sedemikian rupa sehingga membuat kelompok orang-orang lain mau melakuakan apa yang dikehendakinya.
b. Kepemimpinan adalah memprodusir dan memancarkan pengaruh terhadap kelompok orang-orang tertentu, sehingga mereka bersedia untuk berubah pikiran, pandangan, sikap, kepercayaan, dan sebagainya.
c. Kepemimpinan adlah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar supaya melakukan pekerjaan bersama menuju kepada suatu tujuan tetentu yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Memperhatikan beberap definisi di atas maka dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan adalah merupakam suatu kemempuan, kesanggupan, teknik, dan seni yang dimiliki oleh seorang pemimpin, kemempuan, kesanggupan, teknik, dan seni ini bias didaoat melalui pendidikan dan pengalaman untuk mempengaruhi orang lain untuk mengikutnya, mempercayai, mengikuti, mentaati, dan mengerjakan segala apa yang dikehendaki oleh sang pemimpin dalam suatu konteks atau situasi tertentu.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemunculan Pemimpinan
Menurut environmental theory dikatakan, bahwa kemuculan pemeimpin itu merupakan hasil dari waktu, tempat, keadaan atau situasi dan kondidi tertentu (Munford, Bogatdus, Hocking, Person, Schneider, dalam pemudji, 1985). Suatu tantangan atau suatu kejadian penting dari luar biasa akan memicu tampilnya seseorang untuk menjadi pemimpin. Situasi dan kondisi tertentu melahirkan tantangan-tantangan tertentu, dan dengan sendirinya diperlukan orang-orang yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri tetentu pula yang cocok dengan situsi dan kodisi tadi. Kebangkitan dan kejatuhan seseorang pemimpin dikarenakan oleh situasi dan kondisi. Apabila seseorang dapat “menguasai” situasi dan kondisi, maka ia akan dapat menjadi pemimpin. Teori lingkungan ini sejalan social theory atau teori sosial yang menyatakan bahwa “leaders are made not born’.
3. Sifat atau Kriteria Kepemimpinan
W.A. gerungan (Karjadi, 1983: 25-27) menyebutkan, bahwa seorang pemimpin setidaknya mempunya tiga ciri, yakni:
a. Cerdas dan cermat dalam menganalisi fonomena sosial.
b. Kecakapan berpikir abstrak.
c. Keseimbangan emosi.
Sementara itu menurut Saurip Kadi (2008: 292-297) dalam bukunya “Mengutamakan Rakyat” juga mengajukan lima kriteria pokok pemimpin masa depan Indonesia , yang meliputi:
a. Sosok yang tidak taku resiko (pemberani).
b. Memeliki solusi dan visi baru dalam pengelolaan negara.
c. Tidak terlibat dalam masa lalu.
d. Mempunyai integritas moral tinggi, sehingga mampu membedakan yang hak dan batil. Harus satu kata dalam perbuatannya. Bukan hanya janji belaka.
e. Pemimpin yang mengutamakan rakyat yang sesuai tuntutan kekinian. Harus punya sence of crisis atas nasib bangsa.
PELUANG POLITISI MUDA
Berdasarkan beberapa teori mengenai kepemimpinan di atas, maka kiranya dapat diumuskan bahwa kepemimpinan politisi muda, dapat dibangun melalui berbagai peluang, yakni:
1) Mencari politisi muda yang telah diketahui memiliki genetic kepemimpinan yang dibawa sejak lahir.
2) Menciptakan atau terciptanya situasi dan kondisi atau lingkunagn yang kondusif bagi lahir dan tampilnya politisi muda dalam kepemimpinan masional.
3) Mendorong agar para politisi muda yang memiliki genetik sejak lahir untuk mensinergikan potensi kepemimpinannya dengan peluang-peluang yang terhampar dalam situasi dan lingkungan atau ekologi masyarakat Indonesia .
4) Para politisi muda harus mampu mengaktualisasikan sifat atau ciri kepemimpianan yang ‘adilubung” di dalam tindakan, dan interaksinyadengan orang-orang yang dipimpin sehingga di dalam diri mereka terbangun perasaan untuk mendukung politisi muda.
5) Dalam praktek kepemimpinanannya, politisi muda harus mampu mambangkitkan motivasi orang yang dipimpin untuk mengaktualisasikan potensinya sejalan dengan struktur dan tata-kontrol organisasi yang ada.
6) Demi mengembangkan kapabilitas dan akseptabilitasnya, dalam relasi sosialnya, politisi muda dapat melakukan ‘peraturan’ dengan orang-orang yang dipimpinnya, baik pertukaran materi dengan materi, materi dengan non materi, maupun non-materi dengan non-materi.
Dalam hal ini berpendapat, bahwa secara umum tidak ada persoalan terhadap peluang politisi muda dalam kepemimpinan nasional pada pemilu 2009. namun, secara khusu, berlandaskan pada kerangka teori yang dibangun di atas, serta pada realita social yang berkembang di masyarakat Indonesia , politisi muda memiliki peluang yang lebih rendah jika dibandingkan dengan politisi tua.
PERSOALAN TEORITIK DAN PRAKSIS (LAPANGAN)
PELUANG POLITISI MUDA
No. | PERSOALAN TEORITIK | No. | PERSOALAN PRAKSIS |
1. | Penyelenggara dan pemberian pengalaman kepemimpinan | 1. | Sirkulasi elit tidak jalan, ada kekerasan struktural |
2. | Kepemimpinan itu bersifat genetik | 2. | Kegagalan negara, sekaligus rakyatnya |
3. | Situasi dan kondisi yang kondusif | 3. | Republik “UANG’. Sindiran: UUD, KUHP dsb |
4. | Kesiapan mengaktualisasikan sifat atau cirri kepemimpinan yang’adiluhung’ | 4. | Demokrasi saling mengakali, saling membohongi, tebar pesona, ‘undur-undur, ‘poco-poco’ dls. |
5. | Kapabilitas dan akseptabilitas | 5. | Moral hazard |
6. | Model pertukaran social yang dilakukan | 6. | Dan seterusnya |
7. | Kesiapan agar segala potensi diri dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan rakyat | 7. | |
Dalam table di atas, nampak bahwa salah satu persoalan yang dialami oleh para politisi muda untuk ikut bersaing dalam kepemimpinan nasional adalah pada poin penyelenggaraan pendidikan dan pembarian pengalaman kapemimpinan. Jika sekarang ini bursa calon presiden lebih didomonasi oleh para mantan militer karena mereka lah yang pernah mengenyam pendidikan dan pengalaman kepemimpinan sacara terstruktur.
Persoalan lainnya adalah masih adanya kultur masyarakat yang percaya bahwa pemimpin adalah lahir dari pemimpin. Teori genetik dalam kepemimpinan memeng sudah tidak lagi banyak pendukung. Namun dalam masyarakat Indonesia , teori ini masih sedikit relevan. Bahkan lebih parah lagi, masih adanya kepercayaan bahwa jika Indonesia ingin makmur maka yang menjadi presiden namanya haruslah NoToNeGoRo. Konotasinya jelas, presiden harus orang jawa. Atas dasar ini, masyarakat kemudian memberi peluang secara nepotism kepada para politisi muda yang orang tua atau keluarga besar pendahulunya menjadi pemimpin nasional. Sungguh tidak rasional.
Kemunculan kepemimpinan juga harus didukung oleh situasi dan kondisi atau lingkungan atau ekologi yang kondusif bagi persemaian dan pembesaran paga politisi muda. Factor eksternal ini nampaknya juga masih menjadi titik lemah sirkulasi elit di Indonesia . Hal yang terjadi sekarang ini adalah sirkulasi elit macet, karena sirkulasi hanya terdiri dari strata elit untuk strata elit itu sendiri. Sengat kecil sekali peluang mobilitas vertikal untuk kalangan strata non-elit dapat menembus strata elit. Kalaupun sekarang diketahui banyak manjamur cale-caleg muda, sepertinya mereka hanya trial and error saja. Daripada tidk punya kerjaa, maka cioba-coba lah mencari peruntungan di bidang politik.
Persoalan lain adalah tentang kesiapan polititsi muda untuk menampilkan sifat atau cirri kepemimpinan yang ‘adiluhung’. Pertanyaannya, mampukah mereka jika menjadi pemimpin nanti tetap bersikukuh pada idealisme dirinya semula, sementara lingkungan yang ada sangat mendorong bagi terciptanya perilaku yang hazard, korupsi misalnya. Gejala sosial terakhir juga menunjukkan, bahwa proses pertukaran social dilakukan oleh par politisi dengan rakyat sebagai konstitusien menjurus tidak sehat. Bukan kontrak social dan politik yang wajar lagi. Para politisi telah memposisikan rakyat dan suaranya sebagai sesuatu yang dapat dibeli dengan unag, dengan kaos, atau bahkan sekedar dengan janji manis nan palsu.
Persoalan paling serius bagi peluang politisi muda dalam kepemimpinan nasional justru dating dari faktor eksternal, yaitu dari sistem nilai masyarakat yang sudah mangalam moral hazard. Masyarakat kita juga sudah gagal, karena mereka juga mengukur segalanya demi uang belaka. Indonesia telah betu-betul menjadi semacam Republik uang. Potret masyarakat yang terakhir ini juga mengurangi peluang politisi muda, karena mereka belum begitu pengalaman dalam bermain sandiwara politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar